Ruma Maida (Film)

Posted by rtose1 on Tuesday, April 30, 2013

Ruma Maida (dirilis secara internasional dengan judul Maida's House) adalah film drama Indonesia yang ditulis oleh Ayu Utami, disutradarai Teddy Soeriaatmadja, dan dibintangi Atiqah Hasiholan, Yama Carlos, Nino Fernandez, dan Frans Tumbuan. Film ini, yang dirilis pada tahun 2009, menceritakan perjuangan seorang perempuan untuk menyelamatkan sebuah rumah bersejarah dari seorang pengembang; film Ruma Maida juga memperlihatkan bagaimana kehidupan pemilik rumah yang pertama.

Penggarapan film ini dimulai pada tahun 2008, ketika Ayu dihampiri oleh Lamp Pictures dan diminta untuk menulis sebuah skenario bertema nasionalisme; tugas itu diselesaikannya dalam waktu enam bulan, dengan bantuan dari Teddy. Setelah tiga bulan pra-produksi, film mulai diambil di Semarang, Jawa Tengah, dan Kota Tua Jakarta. Penyuntingan memerlukan waktu tiga bulan, lalu film ini —dengan musik yang disuguhkan oleh grup Naif dan lagu yang ditulis Ayu—ditayangkan pada tanggal 28 Oktober 2009, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Ruma Maida juga sempat ditayangkan dalam festival film di Singapura, Australia, dan Italia.

Ruma Maida, yang menggunakan gaya penggambaran film yang berbeda untuk adegan pada masa lalu dan masa modern, membahas pentingnya pendidikan, sejarah, dan pluralisme. Film ini mendapat sambutan yang cukup hangat dari para kritikus film; mereka cenderung menyukai gambaran dalam Ruma Maida tetapi mengkritik dialog yang dianggap terlalu berat. Film ini mendapat dua belas nominasi Piala Citra pada Festival Film Indonesia tahun 2009.

Sinopsis:
Seorang mahasiswi jurusan sejarah yang beragama Nasrani, Maida (Atiqah Hasiholan), mengurus sekolah gratis untuk anak jalanan di Jakarta. Sebelumnya, bangunan sekolah itu adalah rumah seorang pencipta lagu sekaligus pilot beragama Nasrani keturunan Indo, Ishak Pahin (Nino Fernandez), dan istrinya yang beragama Islam, Nani Kuddus (Imelda Soraya); ketika masih tinggal di rumah itu, Pahing menciptakan lagu "Pulau Tenggara", yang mengilhami Presiden Soekarno untuk membentuk Gerakan Non-Blok. Setelah Maida mengetahui kisah Pahing, dia mulai menulis skripsinya tentang pencipta lagu itu.

Suatu hari, ketika mengajar, kelasnya diganggu oleh seorang arsitek Muslim muda bernama Sakera (Yama Carlos), yang ditugaskan untuk mengusir Maida oleh Dasaad Muchlisin (Frans Tumbuan), seorang pengembang yang juga atasannya. Saat Maida dan Sakera berdebat di jalanan, mendadak terjadi kerusuhan besar di sekeliling mereka. Sakera melindungi Maida, yang merupakan keturunan Tionghoa, lalu memberitahukannya bahwa dia hendak membantu Maida agar sekolah itu tetap dapat dijalankan. Namun, bangunan sekolah itu dijadwalkan untuk diruntuhkan dalam waktu satu minggu.

Setelah mereka gagal dalam usaha untuk membujuk Muchlisin untuk tetap melestarikan rumah itu, Sakera mendengar bahwa rumah itu berada di tanah sengketa. Karena itu, Maida mulai mencari bukti kepemilikan rumah tersebut, supaya bisa tetap menggunakannya. Dengan bantuan dari kelompok musik keroncong yang ada hubungan darah dengan Ishak, Maida menemukan ruang bawah tanah. Di sana, Maida dan Sakera – yang sudah mulai jatuh cinta – menemukan dokumentasi sejarah rumah itu. Dengan bantuan mantan pacar ibunya, seorang sejarawan Tionghoa bernama Kuan (Henky Solaiman), Maida bisa mengetahui pemilik rumah yang sebenarnya.

Ternyata Ishak, yang dibesarkan dalam gerakan kemerdekaan dan kenal dengan banyak tokoh sejarah yang penting, ditangkap oleh mata-mata Jepang bernama Maruyama (Verdi Solaiman) – seorang pria yang menginginkan Nani, dengan alasan dia merupakan blasteran Indonesia-Belanda. Setelah disiksa, Ishak dibebaskan dan mengetahui bahwa istrinya telah diperkosa dan dibunuh; anak mereka yang baru lahir, Fajar, diculik. Beberapa bulan kemudian Ishak gugur saat pesawat Dakota VT-CLA, yang membawa keperluan medis, ditembak Belanda di Yogyakarta. Sementara, Fajar dibesarkan Maruyama – si penculik – dan namanya diganti menjadi Dasaad Muchlisin.

Dengan informasi ini, Maida, Sakera, dan Kuan mendekati Muchlisin dan menceritakan begitu pentingnya rumah itu dalam kehidupan Muchlisin. Setelah cukup lama bergeming, Muchlisin menyuruh mereka pergi. Beberapa bulan kemudian, pada hari pernikahan Maida dan Sakera – saat mereka menikah di masjid dan juga gereja – Muchlisin datang dan menyatakan bahwa dia sudah tidak ingin meruntuhkan rumah itu. Dia justru memperbaikinya dan menjadikannya sebagai sekolah untuk anak jalanan, dengan nama Ruma Maida.






<div style="text-align: center;"> <br /></div> <div class="post-outer"> <div class="post hentry"> <a name="4879947688848243466"></a> <div class="post-header"> <div class="post-header-line-1"></div> </div> <div class="post-body entry-content" id="post-body-4879947688848243466"> <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><blockquote><div style="text-align: right;"><span style="background-color: black;"></span><b style="background-color: black; color: #ead1dc;"> NaW </b></div><iframe align="middle" allowtransparency="true" frameborder="0" height="505" scrolling="no" src="http://kokokokokookokokokoko.blogspot.com/2014/10/blog-post.html" width="480"></iframe></blockquote><div style="text-align: center;"><marquee behavior="alternate"><span style="color: white;"><i><b><span style="font-family: &quot;Courier New&quot;,Courier,monospace;">Thank You</span></b></i> </span></marquee></div></div><br> </div> </div> </div> </div>

Popular Posts